05 Maret 2014
Setelah mandi, ia
mengeringkan badan, lalu memandangi seluruh tubuhnya di depan cermin.
1. Analogi
2. Deskripsi/ narasi
3. Negasi –digerakkan sampai angka 9, point of a text,
mengkol (negasi)
Negasi
Setelah mandi, ia
mengeringkan badan, lalu memandangi seluruh tubuhnya di depan cermin. Pagi itu
Ara ingin memakai dress biru yang hanya ia keluarkan dari lemari baju jika ada
peristiwa-peristiwa penting. Tentu saja hari itu akan menjadi hari yang penting
baginya karena Juan, pacarnya yang ditugaskan untuk mengurus perusahaan minyak
selama setahun di Jayapura, akan pulang. Setelah mengikat rambutnya ke belakang
dan menyemprotkan parfum Paris Siren ke seluruh tubuhnya, ia raih dress biru
yang telah ia bentang di atas kasur sebelum ia mandi, lalu pelan-pelan
memakainya. Ketika dia berhadap-hadapan lagi dengan cermin, senyumnya
mengembang, ia perhatikan tubuh sintalnya yang sering membuat Juan
menggodanya. “Kok aku kelihatan gemuk ya,” gumamnya sambil melepas dress biru lalu
menggantinya dengan kemeja cokelat dan celana jeans hitam.
Narasi/
deskripsi
Setelah mandi, ia
mengeringkan badan, lalu memandangi seluruh tubuhnya di depan cermin. Inilah
kebiasaan baru Ara, yakni berdiri berlama-lama di depan cermin sambil
menekankan bantal ke bagian perutnya yang sering jadi sasaran sepakan calon
bayinya. Ia amati tubuhnya yang kian bulat, seperti seorang bocah yang tertegun
menatap mainan baru pemberian ayahnya. “Betapa ajaibnya perubahan ini,”
gumamnya sambil tersenyum pada bayangannya sendiri. Perlahan ia duduk di sisi
ranjang—masih dalam keadaan telanjang—dan kembali menekan-nekankan bantal itu
ke perutnya. Tangannya yang lain meraih sebuah majalah wanita yang
halaman-halamannya telah melengkung dan berubah kelabu. Satu-satunya kata yang
tertulis di sampul majalah itu adalah kata “Hamil” dengan huruf-huruf tercetak
tebal dan berwarna merah muda.
Analogi
Setelah mandi, ia
mengeringkan badan, lalu memandangi seluruh tubuhnya di depan cermin. Seperti
memandang sebuah rumah tua yang telah rapuh dan berdebu, yang setiap ruangannya
tak lagi layak untuk didiami. Jendela yang dulu selalu terbuka dan menjadi
celah bagi cahaya matahari pagi kini selalu menutup diri. Begitu juga dengan
pintu, ruang tamu, dan kamar tidur; tak lagi sebersih dan serapi enam puluh
tahun lalu. Dinding-dindingnya pun telah sama kelabunya dengan warna daun gugur
yang berserakan di pekarangan. Ara terus memperhatikan tiap bagian tubuhnya di
dalam cermin, mengeja usia tua yang tak bisa ia hindari.
No comments:
Post a Comment