Select Your Language

Translate Your Language Here
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Tuesday, March 31, 2015

Pelajaran Pertama; Mengurai Paragraf; Kelas Menulis; Komunitas Berkat Yakin



18 Januari 2014

Proposisi: Merupakan kejutan bagiku bahwa ia sudah berpakaian rapi.

Merupakan kejutan bagiku bahwa ia sudah berpakaian rapi. Padahal satu jam sebelumnya ia mengatakan kalau ia telah membatalkan janji untuk memenuhi undangan makan malam di rumah Nyonya Tracy. Ia lebih memilih menyibukkan diri di ruang baca bersama beberapa tumpuk novel yang kami beli dua hari yang lalu. Dua kali aku membuatkannya kopi dan menanyakan apakah ia akan mengajakku keluar makan malam atau jalan-jalan di pelataran kota.namun responnya seperti anak-anak yang tengah asik dengan mainannya. Kini ia sudah berdiri di depanku dan memintaku untuk menemaninya memenuhi undangan makan malam di rumah Nyonya Tracy. 

Merupakan kejutan bagiku bahwa ia sudah berpakaian rapi. Ia mengenakan kemeja biru dan celanadasar gelap. Rambutnya disisir rapi ke belakang dan saat ia menghampiriku, aku mencium aroma parfum yang hanya ia pakai di waktu-waktu spesialnya. Sepatu pantopel hitam mengkilat membuat penampilannya sore itu begitu sempurna di mataku. Beberapa saat kemudian ia memintaku untuk mengenakan gaun biru satin yang ia belikan saat ulang tahun perkawinan kami yang ke tiga, setelah itu ia mengatakan ingin mengajakku makan malam di sebuah restoran mewah di kota ini.

Proposisi: Mungkin baru dua langkah aku memasuki pintu bar, Izrail dengan riang telah melemparku ke awan.

Mungkin baru dua langkah aku memasuki pintu bar, Izrail dengan riang telah melemparku ke awan. Tubuhku terasa begitu ringan seperti kapas-kapas yang terbang dari tangkainya. Mulutku membiru dan berkali-kali memuntahkan cairan merah, otot-otot mengejang serta dadaku seperti ditusuk ratusan jarum. Aku hampir tak bisa merasakan apa-apa selain rasa ringan. Suara-suara teriakan berubah seperti nyanyian gereja yang biasa kudengan setiap sabtu dan minggu. Lalu hamparan putih  terbentang di depanku. 

Mungkin baru dua langkah aku memasuki pintu bar, Izrail dengan riang telah melemparku ke awan. tubuhnya yang bercahaya itu mendekapku seperti rahim seorang ibu. Melalui tangannya, aku seperti melihat hamparan samudera emas yang begitu luas. Bibirnya yang selalu tersenyum itu seolah menebarkan aroma musim semi, “Siapkan hatimu untuk bertemu Tuhan,” ujarnya. Tubuhku gemetar. 

22 Januari 2014 lanjutan 

Mungkin baru dua langkah aku memasuki pintu bar, Izrail dengan riang telah melemparku ke awan. Padahal sebelum berangkat aku telah mengenakan pakaian terbaik, parfum, dan beberapa aksesoris yang hanya kupakai untuk berkencan. Tak hanya itu, aku juga telah menyiapkan sebuah buku karya Haruki Murakamiyang khusus kubeli dan ingin kuhadiahkan untuknya, lelaki berambut ombak yang seminggu lalu memintaku membaca beberapa puisi untuknya, yang saat ini kupastikan telah menungguku di dalam bar. Namun nasib baik sepertinya berputar arah, seorang wanita setengah baya menodongkan pistol dan merampas tasku. Aku memberontak, tapi pistol itu terlanjur meletus dan sebutir peluru bersarang di dadaku. Buku Haruki Murakami terjatuh dari tanganku bersamaan dengan teriakan-teriakan pengunjung bar. Kulihat senyum Izrail begitu hangat menyentuh keningku.

Variasi 1

Mungkin baru dua langkah aku memasuki pintu bar, Izrail dengan riang telah melemparku ke awan.Padahal sebelum berangkat, aku telah menelpon Nadia dan memintanya tak memberitahu siapapun tentang rencana pertemuan kami, termasuk Jon, pacar Nadia yang diam-diam juga menjalin hubungan gelap denganku. Aku juga telah menyiapkan beberapa kalimat yang akan kusampaikan kepada Nadia, terutama tentang kebejatan-kebejatan Jon. Namun semua rencana ternyata tak sesuai dengan apa yang kukehendaki, Jon dan dua temannya menarik rambutku dan berkali-kali membenturkan kepalaku ke tangga, bunyinya seperti puluhan gelas minuman yang beradu. Tangisku tertahan, kulihat Nadia dan Izrail tersenyum simpul di balik pundak Jon.

Variasi 2: menggunakan Tapi

Mungkin baru dua langkah aku memasuki pintu bar, Izrail dengan riang telah melemparku ke awan. Tapi, sesungguhnya bukan Izrail yang kuharapkan mendatangiku malam itu, melainkan Alfredo, lelaki yang dua tahun lalu berjanji akan bertemu lagi denganku di bar itu. Dulu sebelum ia pindah ke Jakarta, senantiasa kami menghabiskan malam di sebuah meja di pojok bar itu, ia akan mengungkapkan keinginan-keinginannya belajar arsitektur,  sambil menyelipkan sebuah kata yang hingga kini terngiang di kepalaku, “Dua tahun lagi, kita bertemu di sini, di tanggal yang sama” katanya, kata-kata itu kembali terngiang bersamaan dengan suara musik yang membuat dadaku kian berdebar. Lalu kulanjutkan langkahku, dan tepat di langkah kedua saat memasuki pintu bar itu, sepatu hihgheelku patah, kakiku terkilir, dan kepalaku membentur ujung anak tangga. Darah bercucuran dari pelipisku. Barangkali cerita ini hanyalah lelucon menyedihkan yang menemani kencan malam siapa saja, tapi nyatanya Izraillah yang lebih dulu menemuiku, bukan Alfredo.

No comments:

Post a Comment

quotes

what is more beautiful than night/ and someone in your arms/ that's what we love about art/ it seems to prefer us and stays—Frank O'Hara