Beberapa hari yang lalu, saya menerima Surat-surat Kartini yang dikirm oleh Mba Faiza Mardzuki lewat email. Saya benar-benar tercengang membaca pemikiran-pemikiran Kartini di zamannya, pemikiran yang selama ini disembunyikan oleh kekuasaan di balik simbol-simbol feminitas/ keibuan melalui kebaya dan konde. Sementara esensi-esensi pemikirannya tak pernah dipelajari, termasuk pikiran-pikiran perempuan sezamannya seperti Rohana Kudus, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, dll.
Saya akan membagikannya untuk dibaca, dipelajari dan dirawat oleh siapa saja, surat itu akan berbicara kepadamu, para remaja, pengajar, aktivis, ibu rumah tangga, kaum terpelajar, yang berada di Aceh hingga Papua, lelaki dan wanita modern, dan kepada kalian semua. Seru-serukanlah pikiran-pikiran dan gagasan kritis dari seorang peremuan yang kekuatannya sangat dahsyat!
Tapi terlebih dahulu saya akan memosting tulisan beberapa anak murid saya yang ingin mengenang Kartini melalui cerita-cerita sederhana.
Tabik
Fitri Yani
Surat 1
Dari Dhania untuk Ibu Kartini
Nama saya Dhania Rizky Amalia. Saya siswi kelas 1 SMP Global Surya School di Bandar Lampung. Umur saya sudah 13 tahun, saya anak pertama dari dua bersaudara, adik saya laki-laki kelas 4 SD. Saat ini Indonesia sudah cukup maju, berkat usaha keras Bu Kartini dalam memikirkan wanita Indonesia.
Di zaman yang sudah modern ini tidak ada lagi yang namanya “wanita hanya mengurus rumah saja”, semuanya diperlakukan setara. Indonesia telah mengenal emansipasi. Saya bersyukur saya dan perempuan Indonesia sekarang ini tidak lagi merasakan hal yang sama seperti yang perempuan Indonesia rasakan di zamanmu dulu.
Bu Kartini yang baik, andai kau masih ada di dunia ini, kami pasti sangat menghormatimu dan sangat berterima kasih padamu. Tanpamu barangkali kami akan hanya berada di dapur saja, tak ada hal lain yang boleh dilakukan. Oleh karenanya, kami sangat berterima kasih padamu.
Oh iya, boleh saya bercerita sedikit tentang kehidupan saya? Baiklah. Saya terlahir di keluarga yang cukup protektif terhadap anak-anaknya. Ayah dan Ibu saya tidak pernah membolehkan saya pergi dengan teman-teman, pergi hang-out misalnya, atau melakukan kegiatan seperti kebanyakan remaja lainnya. Alasannya karena mereka merasa saya masih terlalu awal untuk bepergian seperti itu.
Saya tahu, mereka melakukan itu hanya karena ingin menjaga saya dari segala kemungkinan bahaya. Saya sangat mengerti hal itu. Tapi terkadang saya merasa sangat terkekang dengan keadaan ini. Saya seringkali iri dengan teman-teman saya yang diperbolehkan orangtuanya melakukan hal-hal yang menurut mereka menyenangkan. Sebenarnya, pernah beberapa kali saya bepergian dengan teman-teman saya tanpa sepengetahuan orangtua saya, makan di mall misalnya. Karena jika saya meminta izin sudah pasti jawabannya satu; TIDAK BOLEH. Memang ini hal yang buruk, tapi saya sangat ingin merasakan hal yang teman-teman saya rasakan, yaitu kesenangan dan kebebasan. Saya tidak ingin selalu merasa terkekang. Saya masih remaja, yang terkadang masih sangat labil dan sangat ingin bersenang-senang. Saya tidak pernah meminta izin jika ingin bepergian seperti itu hanya karena saya ingin melepaskan diri saya dari segala masalah di rumah yang terus menghantui saya. Saya ingin bebas.
Saya ingin diperbolehkan hang-out bersama teman-teman saya, sekali saja. Tapi orangtua saya tidak pernah mau mengerti, tidak pernah mau peduli dengan segala alasan yang saya utarakan saat meminta izin. Mereka merasa mereka sudah benar dengan tidak mengizinkan saya. Tapi itu terkadang membuat saya depresi. Dan saya sering merasa membenci orangtua saya karena hal itu. Kadang saya sangat kesal, ingin sekali saya berteriak pada mereka tentang apa yang saya rasakan saat dikekang. Terkadang saya sangat ingin membantah, tapi tidak punya keberanian. Saya berharap mereka bisa mengerti saya suatu saat nanti:)
Satu-satunya teman saya saat sedang ‘dikurung’ di rumah adalah handphone blackberry yang saya miliki, juga beberapa buku yang ada di kamar saya. Tapi itu tidaklah cukup. Saya kesepian. Adik laki-laki saya tidak bisa menemani saya, karena hobi kami memang berbeda. Terkadang saya bisa tersenyum dan tertawa hanya pada saat saya berada di dekat guru dan teman-teman saya di sekolah. Saat di rumah? Tentu saja saya tersenyum saat sedang memainkan handphone saya. Selebihnya sangat saya bisa bahagia di rumah.
Kadang saya berfikir, saya sangat membenci kehidupan saya ini. Ingin rasanya saya pergi dari rumah agar dapat merasakan kebebasan sejenak. Tapi saya tahu, saya tidak akan bisa bertahan lebih dari 1 jam di luar sana. Saya sadar bahwa saya masih membutuhkan orang tua saya. Saya tahu itu karena saya sebenarnya sangat menyayangi orang tua saya:)
Mungkin surat saya ini agak berlebihan dan sedikit pribadi karena saya juga menuliskan curhatan tentang isi hati saya sekarang ini. Tidak tahu mengapa, tapi saya sangat ingin mencurahkan semuanya padamu.
Surat ini saya tujukan kepadamu, Ibu Kartini, untuk mengenang Hari Kartini. Saya berharap kau dapat membacanya dari alam sana, mengetahui bahwa kau sangat dikagumi Indonesia. Kau adalah pahlawan kami. Kau yang menjadi teladan bagi perempuan Indonesia sekarang agar tidak berputus asa dan tidak hanya berpangku tangan dengan orang lain, akan selalu kami kenang. Terima kasih, Bu Kartini.
Surat 2
Mengenang Kartini
Oleh Rarai Masae Soca Wening Ati
Kelas VII, Sekolah Global Surya
Dalam rangka hari Kartini Saya mencoba menceritakan apa yang telah saya perjuangkan sebagai perempuan. Walaupun perempuan tidak ingin kalah dengan teman laki-lakinya dalam berprestasi, karena itu saya dari kecil selalu aktif berbagai kegiatan di antaranya: Balet, Teater, Musik Biola, Menulis puisi, Wushu, Taekwondo dan Silat.
Saya ikut Balet pada umur 5th . Sanggar Balet yang saya ikuti terletak di Pahoman Bandar Lampung. Pelatih balet saya Juma’iah , salah seorang atlet balet Nasional asal Lampung. Saya senang sekali di latih oleh orang profesional seperti dia. Saya latihan balet seminggu dua kali setiap hari kamis dan sabtu. Saya senang sekali mengikuti balet karena membuat tubuh saya terasa lebih sehat, dan kuat, juga lentur. Dan sebagai perempuan saya juga ingin memiliki tubuh yang indah secara alami tanpa harus terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk membeli produk-produk kecantikan. Selain itu balet juga membuat saya lebih percaya diri dan lebih semangat belajar.
Selain Balet, sejak umur 5th saya juga sudah mengikuti kedua orang tua saya aktif di Teater. Dari Teater saya belajar banyak hal: saya belajar berani tampil di muka umum dan belajar berorganisasi, belajar bekerja sama, melatih kecerdasan bahasa, melatih kecerdasan imajinasi, melatih kecerdasan emosi, melatih daya ingat, belajar memerankan karakter yang berbeda, dan belajar memahami manusia secara umum. Di teater juga saya di ajarkan untuk hidup lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Pengalaman pertama ikut pentas bersama Teater Satu yang sangat mengesankan dan mendebarkan adalah ketika saya berperan dalam pementasan “ Nyai Ontosoroh” yang di angkat dari Novel “ Bumi Manusia” karya sastrawan Indonesia Pramodya Ananta Toer. Sebagai aktor saya juga harus membaca Novel itu sama seperti aktor-aktor lain yang sudah dewasa. Dalam pementasan itu saya berperan sebagai Mei, anak Jean Marais, seorang pelukis asal perancis yang hidup di Indonesia. Peran ini semakin menantang saya karena saya harus mengucapkan dialog berbahasa perancis. Untuk itu saya juga belajar bahasa perancis dari seorang senior Teater Satu yang bernama Dina Oktaviani yang biasa kami panggil tante DJ.
Hari pertama pementasan saya sangat tegang ketika melihat ada ratusan penonton memenuhi gedung pertunjukan. Tapi karena saya bermain dengan aktor-aktor senior di Teater Satu saya merasa yakin. Setelah pementasan ini saya juga dilibatkan dalam pementasan berikutnya. Semua itu semakin memperkaya pengalaman dan pergaulan saya. Sehingga saya mengenal juga para seniman dan tokoh-tokoh Budaya di Indonesia, di antaranya: Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Ratna Rantiarno, Ratna Sarumpaet, Nirwan Dewanto, Sitok Srengenge, Ine Febriyanti, Amna kusumo, dll. Dari sejumlah tokoh yang saya kenal itu banyak di antara mereka juga perempuan. Hal ini semakin mendorong saya untuk mencapai cita-cita saya menjadi salah seorang tokoh perempuan di bidang budaya di Indonesia.
Sebagai perempuan saya tidak ingin lemah dan ingin mempunyai keberanian seperti juga para lelaki. Oleh karena itu saya juga mengikuti bela diri yaitu Wushu, Taekwondo dan Silat dalam bidang bela diri bru-baru ini saya mengikuti Tournament Taekwondo membela sekolah saya Global Surya. Saya bangga dan bahagia sekali sebab saya berhasil meraih juara 3 itulah sekilas pengalaman saya sebagai perempuan yang ingin berprestasi sama seperti teman-teman saya yang laki-laki.
Surat 3
Dari Iqbal untuk Ibu Kartini
Ibu Kartini, saya Iqbal Kurniawan, saya sekarang kelas 1 SMP di Global Surya School. Saya ingin mengenangmu dan menilis sesuatu meski tidak bagus. Dulu kau membuat sekolah perempuan supaya kaum perempuan tidak diremehkan sama kaum laki-laki. Dulu juga kau mengajarkan mereka dengan ikhlas sabar dan tekun untuk mereka yang tidak bisa baca-tulis. Dulu di zamanmu tidak ada yang namanya komputer dan lain sebagainya. kau ajari mereka dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih.
Sebagai anak laki-laki saya bangga dengan perjuanganmu, saya tidak akan meremehkan prestasiprestasi para perempuan. Di sekolah, saya senang sekali bermain futsal sampai-sampai saya lupa waktu, teman-teman saya yang perempuan punya kegiatan yang beda, ada yang latihan menari, taekwondo, menulis dan lain-lain. Kami punya banyak prestasi dan tidak pernah dianggap berbeda. Terimah kasih Ibu kartini, kau telah mengajari orang-orang di zamanmu dengan ikhlas dan penuh kasih sayang sampai mereka bias sehingga kami tidak lagi merasa ada perbedaan.
Surat 4
Dari Hilda buat Ibu Kartini
Ibu Kartini, kau adalah pahlawan bagi para wanita, yang berani mengajarkan orang-orang untuk membaca dan menulis. Mungkin saat ini kau tidak tahu zaman ini seperti apa, zaman sudah semakin canggih, gambar tidak lagi hitam putih, tidak lagi berwarna kuning, tapi berwrna warni, sebenarnya saya ingin bercerita atau curhat, semoga berkenan.
Saya adalah anak bungsu dari 2 bersaudara, saya kadang merasa dibenci kadang merasa disenangi, mama saya selalu labil tentang itu, misalnya tentang prestasi, jika saya mendapat prestasi pasti mama saya membanggakan saya tetapi, kalau kakak saya mempunyai prestasi pasti kakak saya yang dibanggakan. Tapi di dalam hati saya tahu, mama saya sayang sama anak-anaknya. Saya di sekolah mempuyai berbagai macam teman, saya mempunyai 1 sahabat teerdekat 5 sahabat biasa dan 1 teman yang sangat membenci saya. Saya tidak mau menceritakannya karena ceritanya sangatlah panjang. Hehehe...
Kartini mungkin cerita saya mungkin tidak nyambung mohon dimaafkan, Ibu Kartini, hanya inilah yang bisa saya tuliskan, tidak ada yang lain lagi terima kasih. J
Surat 5
Untuk kartini dari Nazira
Ibu Kartini yang baik, saya ingin membagikan ini untukmu, meski hanya sedikit tulisan, berbeda dg tulisan-tulisanmu yang pernah dibacakan guru saya di sekolah. Saya tidak bisa menulis sepertimu, yang zaman dulu sudah berpikir maju. Sekarang saya hidup di zaman canggih, teknologi sudah sangat membantu manusia. Saya pun sudah menggunakannya, sehari-hari aku bermain blackberry, twitter, facebook dan yang lainnya. Terkadang aku malas mengerjakan tugas karena lebih asik dengan teknologi-teknologi itu. Meski semua sudah mudah, misal untuk menulis tidak perlu pakai pena, tapi pakai laptop. Tidak perlu surat-suratan untu teman atau saudara yang jauh, sudah ada handphone. Zaman dulu belum ada handphone, twitter dll.
Saya sekarang sekolah di sekolah swasta dengan fasilias lengkap, kelasnya dilengkapi dua buah AC, komputer kelas dan ada perpustakaan mini khusus untuk kelas kami, banyak buku bacaan untuk mengisi waktu-waktu istirahat atau saat bosan. Zamanmu dulu semua dengan terbatas tapi kau berjuang untuk cita-citamu agar wanita punya pikiran maju. Terimakasih Ibu Kartini. Tulisan-tulisanmu Habis Gelap Terbitlah Terang, yang dibacakan guru kami di kelas membuat kami terharu. Selamat hari Kartini.
Surat 6
Surat Maharani
Dua puluh satu april dua ribu tiga belas telah datang, ribuan wanita bahkan gadis-gadis kecil pun berkumpul dengan menggunakan konde dan kebaya, memperingati perjuangan sosok seorang wanita muda nan hebat yang berhasil merubah keadaan para wanita indonesia.
Padamu kutuliskan selembar surat ini.
Kini aku hidup dalam perkembangan teknologi yang tak pernah ada habisnya, kehidupan politik yang semakin hari semakin rumit. Tapi apa daya, aku hanyalah seorang gadis kecil yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Kehidupan menuntutku untuk menjadi gadis yang tegar dan pantang menyerah, jika jatuh ya bangkit lagi. ”tak kerja maka tak makan” itulah slogan yang terpampang dalam dunia yang keras ini.
Aku sering bertanya, mengapa banyak manusia begitu munafik dalam menjalani hidup ini? Bukankah kita harus menerima apa yang diberikan Tuhan kepada kita dengan lapang dada dan senang hati? Aku gadis kecil yang akan membuktikan pada dunia bahwa aku bisa menjalani kerasnya hidup ini. Menjadi orang yang sukses, kaya ilmu, dan kaya akhlak. Aku mampu menghadapi hidup dengan senyum. Dan aku ingin semua orang tahu bahwa aku bangga menjadi anak Indonesia yang berprestasi.
Terima kasih ibu Kartini, Terima kasih atas pengorbanan dan perjuanganmu untuk Indonesia dan para wanita Indonesia. Saya Maharani Eka Rahmadi, saat ini saya kelas 9 SMP, besok pagi saya akan berjuang menghadapi Ujian Nasional bersama ribuan anak-anak Indonesia lainnya, semoga semangatmu turut hidup di hati kami. Karena perjuangan tak hanya sampai disini saja, masih ada hari esok yang akan menanti.
Surat 7
Surat Zaria untuk Kartini
Aku terlahir 14 tahun yang lalu dengan nama Zaria Sholatania Putri Dangga, saat ini saya sudah kelas 9 SMP dan besok akan melaksanakan Ujian Nasional. Saya adalah seorang perempuan kecil yang selalu di doakan agar tumbuh besar dan berguna bagi nusa bangsa dan agama. Selalu terpatri dalam benakku untuk melangkag menjadi seorang perempuan yang hebat. Menurutku perempuan yang hebat adalah perempuan yang mampu menghidupkan semangat dan menekan rasa malu.
Aku tumbuh dalam lingkungan yang sangat berkolaborasi antara pejuang, politikus dan birokrasi sudah tertanam dalam hatiku. Prinsip-prinsip hidup adalam peganganku. Lewat tulisan kecilku, kujadikan sosok perempuan yang mewakilimu, ia bernama “Molen” yang kubayangkan sebagai wanita tangguh yang selalu ceria. Tokoh itu saya tuangkan dalam sebuah Teenlit keduaku yang berjudul “The Pieces of Molen Story” yang diterbitkan oleh Penerbit Talam tahun lalu. Teenlit itu sempat dilaunching dan mencapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat. Prinsip yang tak ingin menjadikan setiap waktu adalah sia-sia membawaku menjadi seorang novelis termuda di kotaku, sungguh aku tak membayang-bayangkan sosok “Molen” ku mampu menuntunku sampai tahap ini. Saya akan terus menulis, dan itu adalah awal buatku. Saat ini saya sedang fokus ke ujian dan menyempatkan menulis ini untuk memperingati hari lahirmu, Ibu Kartini.
Aku ingin terus berguna, tapi aku juga ingin berpahala menjadi dokter adalah semangatku saat ini, cita-cita luhur yang selalu aku impika sejak kecil. Saat ini aku sedang berjuang menggapai cita-cita pertarungan awal yang harus kulalui dengan sempurna, Ujian Nasional akan menilai kemampuanku untuk memilih impianku. Berjalan dan berjuang demi bangsaku.
Surat 8
Dari Vindi untuk Ibu Kartini
Ibu Kartini, saya Vindi Milenia Putri, saya lahir pada
tanggal 1 Januari 2000. Saya ingin menuliskan sesuatu untuk mengenangmu.
Mungkin tidak akan sampai dibaca, tapi tidak apa-apa. Perjuanganmu untuk membangun
wanita diIndonesia cukup membanggakan. Kau berjuang demi wanita Indonesia.
Sudah banyak yang engkau ajarkan kepada kami. Dan engkau sangat bersemangat
sekali untuk membangun wanita Indonesia untuk belajar. Kami sangat bangga
dengan perjuanganmu. Zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang, walaupun zaman dahulu
belum ada handphone dan lain-lain. Kau ajarkan mereka
tentang memasak, belajar menjadi ibu,
dan bagaimana agar wanita Indonesia ini tidak bodoh.
Zaman
sekarang sudah mulai banyak perubahan. Seperti munculnya handphone, tablet, dll. Dan kebanyakan mereka sudah menyenangi alat
elektronik tersebut. Dan muncul juga jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Line, Path dan yang lainnya.
Teman-teman
ada yang rata-rata tidak bisa hidup tanpa jejaring sosial tersebut
Bu Kartini, saya sekolah di sekolah yang bagus, fasilitas
lengkap, guru-gurunya baik,
menyenangkan. Juga teman-teman yang kompak. Saya tidak pernah merasa
kesusahan untuk mendapatkan fasilitas apa saja sebab sekarang semuanya sudah
ada. Setiap hari saya menggunakan handphone blackberry saya sepulang sekolah
kadang-kadang sampai malam, di sekolah kami dilarang membawa handphone. Saya
tidak punya teman bermain di rumah, saya anak kedua dari dua bersaudara, saya
mempunyai kakak tapi dia tidak punya waktu untuk diajak bermain. Saya sering
bosan karena tidak ada teman. Teman bermain saya di rumah hanya kucing, laptop,
buku cerita, dan blackberry. Saya kesepian, dan sekarang saya pun punya masalah
dengan teman sekolah, sekarang mereka sedikit berbeda dengan bulan-bulan
sebelumnya. Mereka kadang berteman tapi pilih-pilih dan tidak mau berbaur, tapi
mungkin perasaan saya aja. Sahabat terbaik saya hanya Putri dan Rarai, mereka
yang mengajak saya bermain dan cerita. Terkadang saya sering menulis diary
tentang teman-teman di sekolah, saya berharap kami seperti dulu lagi, bisa
berbaur.
Ibu Kartini, maaf saya jadi curhat, tapi saya ingin
mengatakan padamu tentang saya yang pasti sangat berbeda dengan zamanmu dulu.
Dan saya
benar-benar sangat bangga dengan perjuanganmu Kartini. Kau membangun wanita
Indonesia menjadi sekarang ini. Terima kasih atas perjuanganmu.
No comments:
Post a Comment