Select Your Language

Translate Your Language Here
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday, April 1, 2015

Pelajaran kedua: mengembangkan kalimat dengan analogi, perbandingan-pertentangan, melanjutkan via deskripsi/narasi



19 februari 2014

Analogi

Sambil berusaha untuk tidak menangis, di atas ranjang, Frida menggenggamku dengan kedua matanya. Matanya seperti kelopak bunga geranium sementara aku adalah seekor serangga yang kehausan. Kelopak merahnya siap menghabisi tubuh ringkihku dalam sekejap. Aku berputar-putar mengintarinya, memperhatikan daun, batang, dan kelopaknya yang menebarkan aroma segar di udara. Ia bergeming menungguku mendekat dan menghisap madunya, tak goyah ia dibelai angin, tak rebah ia disentuh hujan. Jika tiba saatnya aku mendekat, kelopak mudanya yang nampak tak berdaya sekaligus penuh ketegaran itu sekejap saja akan memerangkapku. Dan tenggorokanku yang kering, begitu sekarat mendambakan madunya. Seperti itulah tatapan Frida, seakan bersiap menelanku hingga tak bersisa.


Pertentangan

Sambil berusaha untuk tidak menangis, di atas ranjang, Frida menggenggamku dengan kedua matanya. Tapi tidak dengan senyumannya, begitu sinis dan dingin, seolah menginginkanku agar cepat pergi. Tatapannya yang hangat dan merayu itu begitu bertentangan dengan senyumannya sore itu. Senyum yang bagaikan ukiran baru selesai dipahat dan membuat perasaanku yang semula penuh mendadak kosong kembali. Senyum itu umpama seringai perempuan yang memerankan peran antagonis dalam sebuah sinetron picisan yang ditayangkan di televisi swasta, siapa pun yang melihatnyamenjadi tak betah dan menjadi ciut nyalinya. Aku dibuat terombang-ambing dengan tatapan hangat dan senyum sinisnya itu, bagaikan berdiri di dalam lorong panjang yang gelap dan tak kunjung menemukan pintu keluar. 



Narasi/ deskripsi

Sambil berusaha untuk tidak menangis, di atas ranjang, Frida menggenggamku dengan kedua matanya. Kalau saja ia tidak menatapku seperti itu mungkin aku tidak akan gemetaran seperti ini. Kuatur nafas lalu kembali duduk di pinggir ranjang, kuraih tangannya sekali lagi dan kubelai-belai cincin perak yang melingkar di jari manisnya. Ia masih bergeming namun seolah minta didekap, caranya berbaring mengingatkanku pada seekor hewan kecil yang terluka parah. Beberapa saat kemudian ia berkata, “Ah, Juan,” keluhnya. “Kumohon. Tinggallah seminggu lagi di sini.” Tapi kukatakan aku tak bisa dan ia harus mengerti bahwa hubungan kami hanya sebatas pertemuan-pertemuan sesaat saja. Ia diam saja dan terus memain-mainkan boneka beruang dan bantal guling dengan kedua tangannya. Setelah mengucapkan itu, aku mematikan rokok di asbak, mengambil jaket lalu beranjak ke pintu.  



No comments:

Post a Comment

quotes

what is more beautiful than night/ and someone in your arms/ that's what we love about art/ it seems to prefer us and stays—Frank O'Hara