Select Your Language

Translate Your Language Here
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Wednesday, September 5, 2012

Jurnal Nasional, 12 Agustus 2012

Pohon Pertama

ketika pohon itu tumbuh
di dadaku
setangkai daun jatuh
ke ruang
yang amat jauh

barat dan timur tak lagi jelas
sementara waktu
lenyap di balik warna kelabu

ada firman yang tak kuasa kutafsir
sebagai jalan yang membentang
seperti sebuah sungai
yang melingkari tubuhku

telah kuminta sebersit subuh
yang menggantung di cabang pohon itu
agar tetap kulihat buah yang ranum
dan kita kekal bersama di dalamnya

namun terciptalah angin dan kemarau
hingga taman berubah gersang
dan pohon itu tumbang di mataku

2012


Lanskap Taman

aku berhenti di antara kesibukan yang telah kehilangan tujuan. bunga-bunga bermekaran di sudut jalan, lambang kota mengisyaratkan segala yang pernah ada. inikah permulaan baru?

asmara bertubi-tubi membakar dada, larut menjadi abu kebahagiaan sekaligus penderitaan. aku membeku di dalam baranya, suara-suara kebijaksanaan menggema pula dari satu arah yang tak bisa kupastikan asalnya. kemudian kuukur kesunyian demi kesunyian, kubuka pintu demi pintu yang masih rapat terkunci.

terlalu banyak pesan yang kau tinggalkan, betapa sukar kuterjemahkan.

aku terhenyak di hadapan bunga-bunga yang mekar. aromanya menguar samar. ada mahluk-mahluk baru di dalam kepalaku, mereka membuat lubang-lubang yang dalam, lalu membongkar-bongkar setiap ingatan dan kenangan di mana sedih dan bahagia menjadi tak punya beda. seharusnya aku menjadi bunga plastik di meja kerja, ruang tamu atau kamar tidur. agar hidup dan mati tak seperti datang bersamaan, pohon-pohon tumbang perlahan. burung-burung hitam terbang.

namun begitulah waktu, mata biru yang bersuara bagai perempuan-perempuan gipsy yang gemar meramal tangan-tangan duka dan bahagia.

April 2012


Menjelang Musim Bunga

pantulan purnama di atas kolam
ikan-ikan menyembunyikan diri di dalamnya

2012

Lanskap Cahaya

menjelang terbit matahari
di subuh yang teduh
garis-garis cahaya menari
di sela-sela daun
dan tangkai pepohonan

semakin lama cahaya semakin sadar
ihwal keberadaannya
tangannya melebar
seperti ratusan kepiting
yang menyebar di batu karang

menjelang siang
ia menaiki tempat-tempat tertinggi
memandang hari yang lelah
dan berwajah rapuh

kemudian ia menuju lautan
menenggelamkan diri
menyinari dada para penyendiri

2012


Pengembara

engkau yang mengunjungi kota berbekal rencana dan doa yang berdesakan di halte-halte tua jalan raya dan selasar pasar

berbesar hatilah pada masa lalu izinkan cahaya menitik di dadamu

di batas antara langit dan bumi akan kembali engkau saksikan kemilau yang tak pernah nampak di sudut-sudut ruang dan kepala para pejalan bermata kelabu memandang asap-asap dan kepulan debu yang membubung di angkasa

engkau akan merasa tunai.

2012



Sendiri

tiba-tiba hari menjadi sore
sedangkan aku
masih mengingat
pagi

11 Maret 2012


Meninggalkanmu

kita pernah memandang satu arah yang kukuh
memastikan warna musim
dan melantunkan syair-syair malam
hingga bulan mendarat di dada kita
pipiku merona seperti rekah bunga-bunga
sementara tanganmu begitu kukuh merengkuhku

tapi ternyata taman yang kita ciptakan
tak mampu membuat kita khusuk pada tujuan
kita menjadi mahluk yang seolah pasti
bisa tahan dalam lingkaran musim
tanpa kita sadari
tubuh terlanjur rentan dikoyak cuaca

aku akan pergi
dan memendam rasa sakit yang dalam
asmara tiba-tiba saja memadamkan api hasratku

akan kusisakan sedikit saja air mata
agar tak perlu lagi ada musim hujan
di antara kita

kau barangkali akan mengutuki bunga-bunga
yang tumbuh di taman itu
anyelir, mawar dan flamboyan
sebab kau masih ingin lebih lama
mencium harumnya
tapi aku tak lagi menghendaki itu semua
telah kutunaikan duka dan bahagia
dalam mekar dan debarnya

dan kini aku akan pergi
membuang semua angan-angan
ke dalam jurang kesia-siaan
agar terbebas kau dan aku dari janji
dan hasrat saling melengkapi
membakar rasa perih
dari luka yang mustahil akan sembuh

telah kuikhlaskan
bagian dari diriku yang telah kau minta
kubiarkan seperti daun-daun kering
yang terbang begitu saja
meski sesungguhnya luka
adalah pintu pertama perjalanan ini

aku tak akan terisak lagi
untuk semua yang kelak kujumpai
di sudut-sudut sunyi

maafkan aku,
karena membiarkan gigil menyergap tubuhmu
kau akan terbiasa
seperti ketika kita belum berjumpa

April 2012

bisa juga dibaca di sini

No comments:

Post a Comment

quotes

what is more beautiful than night/ and someone in your arms/ that's what we love about art/ it seems to prefer us and stays—Frank O'Hara