Select Your Language

Translate Your Language Here
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Tuesday, May 10, 2011

Menanam Benih Kata


Jika kamu suka menulis sajak atau puisi, dan ingin belajar... buku ini sangat cocok dan boleh dibilang wajib kamu miliki. Buku ini unik, kocak, mengungkap bagaimana menulis dan mengapresiasi puisi. tetapi disajikan seperti sebuah novel, ada kisah dan tokoh2nya. tapi tetap, ini buku yang isinya bagaimana menulis puisi, tapi kamu boleh...... mengganggapnya sebagai sebuah novel.... Bukunya enak dibaca, dengan bahasa yang ringan....pokoknya seru...kalau ga percaya baca sendiri ya...

Data Buku
Judul : Menanam Benih Kata
Penulis : Ari Pahala Hutabarat.
Tebal Buku : 284 Halaman
Harga buku = Rp. 50.000,00 (terbilanglima puluh ribu rupiah)
tidak termasuk ongkos kirim.

Kalau tertarik dan ingin membeli; silahkan pesan di inbox ya
atau sms/telp ke nomor Alexander GB; 0812-725-33337

Terimakasih
Komunitas Berkat Yakin Lampung



"Buku ini merupakan secangkir keringat selama hampir 20 tahun bergelut dengan puisi, buku perdana sebagai bentuk sumbangsihnya pada dunia perpuisian Indonesia, dari seorang sederhana Ari Pahala Hutabarat, guru muda bagi beberapa penyair lain (Jimmy Maruli Alfian, Inggit Putria Marga, Lupita Lukman, Fitri Yani, Agit Yogi Subandi), yang berisi semacam panduan, mungkin lebih tepatnya kita sebut saja resep menulis puisi yang selama ini telah diterapkannya secara lisan kepada segelintir nama-nama di atas.

Sebagaimana dikatakan penulisnya pada bagian prakata, buku ini adalah sebentuk provokasi, terutama bagi para sahabat pelajar SMA, mahasiswa serta guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah, baik SMP mau pun SMA, agar lebih nekat dan berani mencintai dunia kepenulisan, khususnya puisi. Mengapa provokasi? Kenapa tidak pakai istilah yang lebih mulus, misalnya motivasi?

Mungkin fakta di lapangan selama hampir 20 tahun yang ditemukan penulis bukanlah seseorang itu kurang motivasi untuk menulis, sebaliknya, banyak orang yang di malam sunyi diam-diam mengambil pena lalu menulis namun malu untuk terang-terang mengaku atau justru takut salah dan dibilang jelek sehingga tidak kunjung mulai menulis, sehingga yang dibutuhkan adalah sebentuk provokasi agar para pembaca buku ini tergerak menjadi lebih nekat dalam menulis, rock and roll saja tanpa beban, berkarya secara elegan dan kritis, serta didorong oleh gairah jiwa yang romantis.

Meskipun mengandung resep-resep penulisan, bentuk penyajiannya tidak serta-merta seperti buku penuntun praktikum ilmu alam yang ditulis rinci dari A-Z, dari aturan main pertama hingga ke-100 tentang bagaimana menulis puisi. Setiap orang punya kebutuhan berbeda-beda, tidak semua orang bisa memakai rumus yang sudah banyak dipakai orang lain.

Mungkin inilah yang melandasi mengapa bentuk penulisan buku ini mirip dengan novel, sebuah karya yang membimbing pembaca untuk menyebrangi sungai, mendaki tebing, mengarungi sehamparan padang ilalang bersama lima orang tokoh murid (Budi, Latief, Bedul, Robert dan Wagino) didampingi gurunya (Mbah Bob) yang hadir sebagai narasi, yang bila dibaca dengan rileks sambil minum kopi atau teh hangat, akan sampai juga pada pengertian tentang ‘bagaimana menulis’ ke dalam benak para pembaca.

Berikut sedikit cuplikannya:

Sungguh, memahami dan menulis puisi itu sesungguhnya gampang dan mengasyikkan.  Mengapa? Karena pada puisi tak bisa kita beri definisi yang jelas atau tolok ukur yang pasti tentang apa definisi puisi dan beginilah langkah-langkah yang pasti untuk memahaminya.
            Kelonggaran dari ketakpastian definisi dan tolok ukur ini seharusnya membuat setiap orang  merasa asyik saja saat ia ingin menulis puisi atau memahami puisi. Lalu, mengapa ada kesan selama ini—kalau memahami sajak itu sulit, apalagi untuk menuliskannya? Padahal itu cuma mitos yang dibuat oleh para, terutama guru-guru di sekolah, untuk membuat kita berpikir lebih serius lagi ketika mengapresiasi sastra.
 Sungguh, memahami  dan menulis puisi itu gampang dan mengasyikkan. Tapi, untuk sampai pada momen yang mengasyikkan itu—pertama-tama pembaca haruslah mencintai mahluk yang bernama puisi itu—atau paling tidak bersikap rendah hati dalam usahanya mengenal puisi.
            Syarat pertama dalam memahami puisi adalah ‘menikmati’. Kalau pembaca tak merasa nikmat, maka bisa dipastikan usahanya mengenal lebih lanjut akan tersendat-sendat.  Dan untuk menikmati dibutuhkan kerelaan pembaca atau apresian untuk membuka hati dan perasaannya kepada objek yang akan ia nikmati.
             Semua bentuk dari karya seni—pertama-tama dibuat oleh penciptanya dengan bahan baku ‘perasaan’, barulah kemudian ia menitipkan pikiran-pikirannya kepada ciptaannya tersebut. Demikian juga para penyair ketika ia membuat sajak.  Perasaan atau emosinyalah yang lebih dahulu mengetuk atau menghantam ulu hatinya, barulah kemudian sederet kata-kata menyusul dan menyusun dirinya sendiri. Kesimpulannya,  jadi, untuk memahami karya seni atau puisi kita harus terlebih dahulu menikmatinya. Dan penikmatan adalah proses berbagi ‘rasa’. rasanya siapa? Rasanya pembaca dan rasanya puisi yang bertemu, berteman, berpacaran, dan kemudian menikah, lantas melahirkan.
           Rasa yang menghantam-hantam uluhati para penyair inilah yang kemudian disebut dengan istilah ‘pengalaman puitik’.  Dan tugas penyair adalah bagaimana ia mengungkapkan pengalaman puitiknya ini kepada pembaca dengan kendaraan kata-kata atau bahasa, yang artikulatif dan jernih.
          Jadi, sekali lagi, kalau kita mau memahami puisi—gunakanlah sebagai langkah pertama perasaanmu untuk memasukinya. Jangan mulai dari definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang ada di buku-buku pelajaran. Analoginya—bagaimana sih kalau kita mau mendekati dan mengenal gadis atau pemuda yang mau kita jadikan pacar kita? tentu kita takkan menggunakan sekian banyak teori dari buku tentang langkah-langkah efektif menemukan pasangan jiwa. Kita hanya mendekatinya saja, dengan perasaan gugup dan harapan yang terbuka. selanjutnya, kalau perasaan kita sama, maka akan ada proses lebih lanjut untuk saling mengenal. Demikian jugalah dalam memahami puisi.
          Langkah yang sama juga dapat kaukenakan ketika berhasrat menulis puisi. Buka perasaanmu. Lalu hanyutkan dirimu dengan perasaan itu. lalu menulislah. Saya rasa, hal yang sama juga dapat kaukenakan saat kau ingin memusikalisasikan puisi yang sedang kau baca. 
          Karena itu, menafsirlah sepuas dan sebebasmu. Menulislah sepuas dan sebebasmu. Itu langkah’pertama’ kalau tak mau stress saat harus menciptakan atau belajar puisi. Namun, apakah dengan seperti itu tafsir dan puisi yang kita buat pasti akan bagus hasilnya? Ya, belum tentu. Ada langkah-langkah lain yang memang harus tetap ditempuh. Tapi, itulah langkah yang pertama. 

 


Ari Pahala Hutabarat

BIOGRAFI PENULIS :

ARI PAHALA HUTABARAT. Lahir di Palembang pada tanggal 24 Agustus. Aktif menulis puisi, prosa, dan esei sejak tahun 1993. Menyelesaikan pendidikan terakhir di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. sekarang menjabat sebagai Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung (DKL) dan Direktur Artistik Komunitas Berkat Yakin, Lampung. Beberapa puisinya pernah diterbitkan dalam antologi bersama para penyair Lampung; Daun-Daun Jatuh Tunas-Tunas Tumbuh (1995), Dari Huma Lada (1996), Menikam Senja Membidik Cakrawala (1997), Pesta Sastra Internasional TUK (2003), Konser Ujung Pulau (2003), dan lain-lain. Puisi-puisinya termuat di koran daerah dan nasional, seperti—Lampung Post, Trans Sumatra, Media Indonesia, Koran Tempo, Kompas, Jurnal Kebudayaan Kalam, dan lain-lain.
 
Pernah beberapakali meraih juara dalam lomba cipta puisi, diantaranya: Juara I Lomba Cipta Puisi pada Pekan seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) ke V di Surabaya, 1999. Juara I Lomba Cipta Puisi pada Festival Krakatau Lampung, 2000. Juara I Lomba Penulisan Esei pada Festival Krakatau Lampung 2001, juga masuk dalam lima belas (15) puisi terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Nasional yang diselenggarakan Departemen Kesenian, Pendidikan, dan Kebudayaan Indonesia 2007. Pada Bulan Juni 2003, diundang dalam acara “Panggung Puisi Indonesia Mutakhir” di Teater Utan Kayu (TUK) Jakarta, bersama empat penyair lainnya dari Sumatra, Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Kemudian, pada Bulan Agustus 2003, kembali diundang untuk membacakan puisinya pada acara “Pesta Sastra Internasional (Winternachten Poetry Festival)” di Teater Utan Kayu, Jakarta. Bulan September 2005 diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk urun serta dalam acara “Cakrawala Sastra Indonesia” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sedang pada September 2006 diundang pada event “Ubud Writers and Readers Festival” di Ubud Bali yang merupakan ajang temu, baca, dan diskusi para penulis sepenjuru dunia.

No comments:

Post a Comment

quotes

what is more beautiful than night/ and someone in your arms/ that's what we love about art/ it seems to prefer us and stays—Frank O'Hara