Andi
Fuller meraih gelar Phd dari Universitas Tasmania pada 2010 dengan tesis
tentang tulisan-tulisan Seno Gumira Ajidarma yang dalam perkembangannya
memiliki kesesuaian dengan konsep-konsep flânerie dan flâneur. Fuller juga
termasuk editor untuk Antologi Lontar tentang Cerita Pendek
Indonesia. Pendekatan yang digunakan Fuller dalam menimbang kelima
kitab sastra Indonesia murni personal berbasis pada perjumpaan pribadinya
dengan sastra Indonesia modern. Kendati demikian, teks-teks yang
ambil-pilih tidak dalam pertimbangan sebagai paling penting, paling
berpengaruh, atau paling baik. Sebaliknya, ukuran yang digunakan semata
bertumpu pada minat pribadinya pada sastra-sastra Indonesia serta yang paling
penting, setidaknya menurut Fuller, lantara karya-karya sastra tersebut sedikit
banyak memicu perdebatan tentang teks-teks sastra di Indonesia.
1.
Jazz, Parfum, dan Insiden (Ajidarma, 2002)
Sebuah
novel yang diterbitkan pada awal 1990an.Novel ini dipilih tidak saja karena ia
merefleksikan secara naratif keadaan para korban dan saksi mata atas pembunuhan
massal di Dili tapi juga merepresentasikan sebuah kritik literer atas
metode-metode penyensoran yang diberlakukan oleh Soeharto sebagai pemimpin
rezim Orde Baru (1996-1998). Di samping itu novel ini juga mengkreasi
ulang kenyataan fragmentaris dari pengetahuan dan pengalaman-pengalaman urban
kontemporer lewat metode penarasian yang fragmentaris dan terpisah-pisah.
2.
Demonstran Sexy (Nurrohmat, 2008an)
Kumpulan
puisi Binhad Nurrhmat, seorang penyair yang tinggal di Jakarta, kelahiran
Lampung, Sumatera Selatan. Demonstran Sexy adalah kumpulan puisi berisi
olok-olok dan sindiran. Puisi-puisi dalam buku ini ditulis secara singkat,
sarkastik, dan mudah diingat. Arti penting buku ini terletak pada kemampuan
Binhad menemukan kembali style penulisannya, yang berciri melakukan
perlawanan langsung terhadap perkara-perkara yang ditabukan dan menjadikannya sesuatu
yang menggembirakan.
3.
We are Playing Relatives: A Survey of Malay Writing (Maier, 2004)
Karya
dari Henk Maier, seorang kritikus sastra Indonesia/Melayu terkemuka. Buku
ini melacak perkembangan tulisan di beberapa pulau Indonesia/Melayu. Maier menggunakan
pendekatan Bakhtinian untuk melacak kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan
dalam apa yang disebut sentripetal dan sentrifugal. Maier menemukan suatu
benang merah berkenaan dengan topik perjuangan melawan aturan-aturan yang
dipaksakan oleh pusat-pusat hegemoni maupun pusat-pusat kekuasaan serta ikhtiar
pinggiran yang berkehendak mengacaukan dan mengganggu pusat-pusat tersebut.
Pembacaan Maier atas tulisan Melayu sangat luas dan menyeluruh; ia menyediakan
tidak hanya titik berangkat yang penting bagi pembaca yang berminat pada sastra
Indonesia, tapi sekaligus memberikan paparan yang jernih dengan melibatkan
semacam pintu masuk pada diskursus-diskursus teori kritisisme dan interpretasi.
4.
Pada Bantal Berasap (Malna, 2010)
Merupakan
kompilasi dari tiga buku karya Afrizal Malna. Buku ini berisi lebih dari
200 puisi. Pada Bantal Berasap memperlihatkan perkembangan Malna sebagai
penyair dan sekaligus memperlihatkan konsistensi gaya penulisan Malna.
Puisi-puisi Malna berpusat pada obyek-obyek, tindakan-tindakan, dan
elemen-elemen kehidupan sehari-hari. Ia menuliskan interkasi tubuh dengan
lingkungan perkotaan melalui ruang-ruang yang berbeda meliputai ruang-ruang
domestik, publik, atau dengan lainnya. Puisi-puisi Malna kerapkali dibuat
dalam kalimat-kalimat yang singkat. Kalimat-kalimat tersebut diulang dan dalam
beberapa kasus kata bendanya yang diulang, dan dipertukarkan. Malna bermain
dengan ide-ide tentang apa yang kita ketahui, rasakan dan yang dapat bertindak.
Dalam puisi-puisinya Malna seringkali tak bisa ditentukan apakah ia sedang
berbicara tentang obyek-obyek yang tertentu atau tentang sebuah obyek yang umum
atau sebaliknya ia tidak sedang berbicara tentang itu semua. Malna
menjungkirbalikkan obyek-obyek—misalnya pintu, jendela, atau sistem-sistem
seperti halnya ‘bahasa’—ke dalam perkakas yang dapat berinteraksi dengan
bagian-bagian dari konteksnya. Lewat puisi-puisi dalam Pada Bantal Berasap,
Malna menyediakan suatu gugatan atas bahasa dan sekaligus sebuah kegusaran
terhadap corak puisi Indonesia awal. Ia berkehendak merekonstruksi bahasa dan
metode komunikasi yang berdimensi sensual (berhubungan dengan panca indera),
konkret, dan menubuh. Malna menulis dalam Maln-esian.
5.
The Mute’s Soliloquy, edisi Inggris untuk Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya
Pramoedya Ananta Toer (1999)
Kumpulan
catatan dan surat menyurat Pramoedya Ananta Toer yang dibuat sepanjang masa
pengasingan di Pulau Buru. Catatan-catatan ini bersifat pribadi, terpisah-pisah
namun terperinci. Buku ini diedit dan diterjemahkan oleh Willem Samuels.
Buku ini menyediakan suatu wawasan dalam kekuatan Pramoedya dalam
keududkannya tidak saja sebagai seorang intelektual tapi sekaligus
memperlihatkan kejerniahan pemikirannya dalam memikirkan kondisi-kondisi
kultural, politik, dan sosial dalam ruang dan waktu di mana ia hidup.
bagus tuh rubriknya...saya pemilik http://wawasan-plusplus.blogspot.com , minta ijin dong mau share di blog saya...boleh gak???
ReplyDeletetentunya link anda akan disertakan sebagai sumber