Berikut ini
saya kutipkan penjelasan para pakar ilmu stilistika:
Ilmu Stilistika atau ilmu tentang gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emotif tertentu bagi pembacanya.
Ilmu Stilistika atau ilmu tentang gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emotif tertentu bagi pembacanya.
Dalam aplikasinya, pemanfaatan gaya bahasa dalam karya sastra sangat bergantung kepada individuasi sastrawan yang dipengaruhi oleh latar sosiohistoris masing-masing. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gaya bahasa itu bersifat pribadi atau yang mencerminkan orangnya.
Konsep klasik menganggap gaya bahasa sebagai bungkus atau gagasan sehingga konsep itu membedakan bahasa karya sastra sebagai isi gagasan (subject matter/content) dan bungkusnya (manner/expession). Komunikasi modern, gaya bahasa bukan hanya dihubungkan dengan penggunaan bahasa yang indah, melainkan juga merujuk pada isi yang diembannya.
Aspek-aspek Stilitiska dalam Kajian Karya Sastra
1. Gaya Bunyi (Fonem)
Fonem atau bunyi bahasa merupakan unsur lingual terkecil dalam satuan bahasa yang dapat menimbulkan dan/atau membedakan arti tertentu. Fonem terbagi menjadi vokal dan konsonan. Dalam karya sastra genre puisi, fonem merupakan aspek yang memegang peran penting dalam penciptaan efek estetik.
2. Gaya Kata (Diksi)
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dilakukan oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek makna tertentu. Kata merupakan unsur bahasa yang paling esensial dalam karya sastra. Karena itu, dalam pemilihannya para sastrawan berusaha agar kata-kata yang digunakannya mengandung kepadatan dan intensitasnya serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis lainnya.
Diksi adalah kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi persoal fraseologi, majas, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan. Diksi adalah penentuan kata-kata seseorang untuk mengungkapkan gagasannya. Dengan demikian diksi dalam konteks sastra merupakan pilihan kata pengarang untuk mengungkapkan gagasannya guna mencapai efek tertentu dalam sastranya.
Kata adalah satuan bahasa yang paling kecil yang merupakan lambang atau tanda bahasa yang bersifat mandiri secara bentuk dan makna. Kata-kata yang dipilih pengarang merupakan kata-kata yang dianggap paling tepat dalam konteks karya sastra tersebut. Pengubahan kata-kata dalam baris-baris dalam sebuah karya sastra dengan kata-kata yang lain dapat mengubah kesan total yang dibentuk karya sastra tersebut.
3. Gaya Kalimat (Sintaksis)
Kalimat ialah penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu, misalnya infers, gaya kalimat tanya, perintah, dan elips. Sebuah gagasan atau pesan (struktur batin) dapat diungkapkan ke dalam berbagai bentuk kalimat (struktur lahir) yang berbeda-beda struktur dan kosa katanya. Karena dalam sastra pengarang memiliki kebebasan penuh dalam mengkreasikan bahasa (licentia poetica) guna mencapai efek tertentu, adanya bentuk penyimpangan kebahasaan, termasuk penyimpangan struktur kalimat merupakan hal yang wajar. Penyiasatan struktur kalimat itu dapat bermacam-macam wujudnya, mungkin berupa pembalikan, pemendekan, pengulangan, penghilangan unsur tertentu, dan sebagainya.
4. Gaya Wacana
Wacana ialah satuan bahasa terlengkap, yang memiliki hierarki tertinggi dalam gramatika. Gaya wacana ialah gaya bahasa dengan penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat, baik dalam prosa maupun puisi. Gaya wacana dapat berupa paragraf (dalam prosa atau fiksi), bait (dalam puisi atau sajak), keseluruhan karya sastra baik prosa seperti novel dan cerpen, maupun keseluruhan puisi.
Gaya wacana dalam sastra adalah gaya wacana dengan pemanfaatan sarana retorika seperti repetisi, paralelisme, klimaks, antiklimaks, dan hiperbola serta gaya wacana campur kode dan alih kode. Gaya campur kode adalah penggunaan bahasa asing dalam bahasa sendiri atau bahasa campuran dalam karya sastra. Wacana alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan pesan atau situasi lain atau adanya partisipan lain.
5. Bahasa Figuratif (Figurative Language)
Figurative berasal dari bahasa latin figura yang berarti form, shepe. Figura berasal dari kata fingere dengan arti to fashion istilah ini sejajar dengan pengertian metafora. Bahasa kias pada dasarnya digunakan oleh sastrawan untuk memperoleh dan menciptakan citraan. Adanya tuturan figuratif atau figurative language menyebabkan karya sastra menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan angan. Tuturan figuratif dalam aplikasinya dalam berwujud gaya bahasa yang sering dikatakan oleh kritikus sastra sebagai uniqueness atau specialty (keistimewaan, kekhususan) seorang pengarang sehingga gaya bahasa merupakan ciri khas pengarang.
Bahasa figuratif merupakan retorika sastra yang sangat dominan. Bahasa figuratif merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk memperoleh efek estetis dengan pengungkapan gagasan secara kias yang menyaran pada makna literal (literal meaning). Bahasa figuratif dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup majas, idiom, dan peribahasa. Ketiga bentuk bahasa figuratif itu diduga cukup banyak dimanfaatkan oleh para sastrawan dalam karyanya.
a. Majas
Pemajasan secara umum terdiri:
1) Metafora
2) Simile (Perbandingan)
3) Personifikasi
4) Metonimia
5) Sinekdoki (Synecdoche)
b. Idiom
Konstruksi unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain disebut idiom. Idiom artikan sebagai kelompok kata yang mempunyai makna khas dan tidak sama dengan makna kata per kata.
c. Peribahasa
Peribahasa ialah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun temurun, dipergunakan untuk menghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran atau pedoman hidup.
6. Citraan (Imagery)
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada pembaca. Citraan dapat diartikan sebagai kata atau serangkaian kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu. Dalam fiksi citraan dibedakan menjadi citraan literal dan citraan figuratif.
Citraan kata dapat dibagi menjadi tujuh jenis yakni:
1) Citraan Penglihatan (Visual Imagery)
2) Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)
3) Citraan Gerakan (Movement Imagery/Kinaesthetic)
4) Citraan Perabaan (Tactile/Thermal Imagery)
5) Citraan Penciuman (Smell Imagery)
6) Citraan Pencecapan (Taste Imagery)
7) Citraan Intelektual (Intellectual Imagery)
No comments:
Post a Comment