BELUM genap satu bulan Mario Vargas Llosa meraih Nobel Sastra 2010, novel berbahasa Spanyol El Sueno del celta atau The Dream of the Celt karyanya sudah dirilis di Madrid, Spanyol, Rabu(3/11).
The Dream of the Celt ialah hasil eksplorasi Llosa atas kehidupan Roger Casement, revolusioner Irlandia yang dibunuh karena dianggap berkhianat dalam peristiwa Easter Rising, perang sipil Irlandia pada 1916.
Namun Llosa punya interpretasi menarik tentang Casement, terutama karena pengalaman Casement di Amerika Selatan.Disana Casement terlibat dalam kampanye kemanusiaan melawan kekerasan pengusaha pabrik karet terhadap pekerja lokal di wilayah Amazon Peru. “Ini adalah kisah mengenai seseorang yang memiliki banyak karakter di waktu yang bersamaan, dengan biografi yang tidak konsisten dan banyak kontradiksi. Dualitas antara kepahlawanan dan manusia biasa itu lah yang menarik perhatianku,” kata Llosa mengungkapkan alasan menulis Casement, seperti dilangsir laman Living in Peru.
Namun Llosa punya interpretasi menarik tentang Casement, terutama karena pengalaman Casement di Amerika Selatan.Disana Casement terlibat dalam kampanye kemanusiaan melawan kekerasan pengusaha pabrik karet terhadap pekerja lokal di wilayah Amazon Peru. “Ini adalah kisah mengenai seseorang yang memiliki banyak karakter di waktu yang bersamaan, dengan biografi yang tidak konsisten dan banyak kontradiksi. Dualitas antara kepahlawanan dan manusia biasa itu lah yang menarik perhatianku,” kata Llosa mengungkapkan alasan menulis Casement, seperti dilangsir laman Living in Peru.
Terbitnya novel itu bisa jadi tepat pada waktunya mengingat perhatian dunia sastra tengah tertuju pada Llosa. Tak heran jika penerbit asal Spanyol, Alfaguara yang menerbitkan novel terbaru Llosa setebal 454 halaman itu optimistis. Mereka yakin mampu menjual 20 ribu kopi di Peru, pekan ini. Adapun 500 ribu kopi telah didistribusikan di seluruh dunia. Versi bahasa Inggris novel ini, disebutkan akan siap pada 2012.
Llosa sendiri menyebut momen pascapengumuman Nobel Sastra 7 Oktober, sebagai ‘revolusi dalam hidupnya’. “Rasanya sangat fantastis untuk merasakan langsung arti globalisasi. Walaupun kadang-kadang rasanya ‘komik’ sekali untuk beberapa kasus,” ujarnya pada sebuah wawancara.
Ia pun kehujanan permintaan, imbas uang hadiah US$1.5 juta yang kini masuk rekeningnya. Mulai dari ajakan untuk berinvestasi di perusahaan es krim, sampai yang meminta bantuan untuk biaya operasi. Chaos. Hiruk pikuk.
Ia pun kehujanan permintaan, imbas uang hadiah US$1.5 juta yang kini masuk rekeningnya. Mulai dari ajakan untuk berinvestasi di perusahaan es krim, sampai yang meminta bantuan untuk biaya operasi. Chaos. Hiruk pikuk.
Dan diantara keriuhan itu, Llosa melanjutkan hidup. Bila tak ada jadwal mengajar di Universitas Princeton, pada pagi hari novelis asal Peru itu senang berjalan-jalan di Central Park yang dekat dari apartemennya, ditemani sang istri, Patricia. Di sore hari, ia menghabiskan waktu di New York Public Library untuk membaca. “Semua orang terburu-buru di New York, bahkan di restoran dan kafe. Anda hampir tidak memiliki ketenangan, yang aku pikir, sangat penting untuk membaca,” katanya
Bila tiba hari mengajar –dua kali seminggu– novelis yang kini berusia 74 tahun itu tetap bangun pagi, sekitar pukul 5.30, di apartemennya di Manhattan, New York, untuk menyiapkan bahan kuliah. Satu kuliah tentang penulis Argentina Jorge Luis Borges. Lainnya mengenai penulisan kreatif dan teknik menulis novel. Setelah itu ia pergi ke Princeton menggunakan kereta. “Lingkungan budaya di Princeton sangat hebat. Banyak penulis disana, seperti Joyce Carol Oates, Michael Wood,” kata Llosa.
Mengajar telah menjadi bagian dari kehidupannya, meski tidak dilakoninya terus menerus. Tahun 1960-an, ia mengajar di universitas di Inggris lalu Univeritas Harvard, Columbia dan Georgetown. Tahun 1992 Vargas Llosa ialah profesor tamu di Universitas Princeton. Sempat berhenti dan kembali lagi ke universitas itu untuk program Studi Amerika Latin.
Dan itu lah yang terjadi lima hari setelah Vargas Llosa diumumkan meraih Nobel Sastra 2010. Ia hadir di kelasnya.Sesuai jadwal, siang itu ia mengampu mata kuliah mengenai penulis Argentina Jorge Luis Borges. Llosa membahas keajaiban realisme Borges. Ada 25 murid hadir disana, seperti dicatat Julie Bosman dari New York Times
Satu mahasiswa mengingat, Llosa bertingkah seperti tak ada kejadian apa-apa. “Terimakasih banyak,” kata Llosa ke seantero kelas ketika murid-muridnya memberikan kartu ucapan selamat dan sebuah kue. “Nanti kita makan kue ini saat istirahat. Sekarang, ayo mulai belajar.”
Satu jam pertama digunakan Llosa untuk menganalisis karya Borges, The Theologians dan The Writing of the God. Ia membaca bagian terakhir The Theologians dengan suara keras, ketika sang tokoh utama pergi ke surga hanya untuk menyadari bahwa lawannya, secara metafora, ialah bagian lain dirinya sendiri. “Ini lah yang kita sebut fantastik! “katanya tegas, bersemangat.
Para siswa memasang kuping dan bersiap dengan buku catatan mereka.
“Ini lakon yang bisa disebut ajaib. Dan disisi lain, bagian ini juga yang mengubah cerita yang sudah kita baca.”
Setengah kelas kelihatan mencintai kuliah Llosa. Mendengarkan kuliah sang profesor dengan mata terpikat. “Seperti ada gravitasi yang menarikmu, dari caranya bicara dan mempresentasikan ide,” kata Julia Kaplan, 21 tahun.
“Dia suka membuat kamu mendekonstruksi cerita dan benar-benar melihat dari dekat, apa yang dilakukan narator, apa tekanan kisah, dan seberapa nyata kisah itu. Dia benar-benar profesor yang hebat,” tambah Julia. (Sic/diolah dari NewYorkTimes, Reuters)
“Dia suka membuat kamu mendekonstruksi cerita dan benar-benar melihat dari dekat, apa yang dilakukan narator, apa tekanan kisah, dan seberapa nyata kisah itu. Dia benar-benar profesor yang hebat,” tambah Julia. (Sic/diolah dari NewYorkTimes, Reuters)
Karya fiksi Mario Vargas Llosa
1959 – Los jefes (The Cubs and Other Stories, 1979)
1963 – La ciudad y los perros (The Time of the Hero, 1966)
1966 – La casa verde (The Green House, 1968)
1969 – Conversación en la catedral (Conversation in the Cathedral, 1975)
1973 – Pantaleón y las visitadoras (Captain Pantoja and the Special Service, 1978)
1977 – La tía Julia y el escribidor (Aunt Julia and the Scriptwriter, 1982)
1981 – La guerra del fin del mundo (The War of the End of the World, 1984)
1984 – Historia de Mayta (The Real Life of Alejandro Mayta, 1985)
1986 – ¿Quién mató a Palomino Molero? (Who Killed Palomino Molero?, 1987)
1987 – El hablador (The Storyteller, 1989)
1988 – Elogio de la madrastra (In Praise of the Stepmother, 1990)
1993 – Lituma en los Andes (Death in the Andes, 1996)
1997 – Los cuadernos de don Rigoberto (Notebooks of Don Rigoberto, 1998)
2000 – La fiesta del chivo (The Feast of the Goat, 2002)
2003 – El paraíso en la otra esquina (The Way to Paradise, 2003)
2006 – Travesuras de la niña mala (The Bad Girl, 2007)
2010 – El sueño del celta
1963 – La ciudad y los perros (The Time of the Hero, 1966)
1966 – La casa verde (The Green House, 1968)
1969 – Conversación en la catedral (Conversation in the Cathedral, 1975)
1973 – Pantaleón y las visitadoras (Captain Pantoja and the Special Service, 1978)
1977 – La tía Julia y el escribidor (Aunt Julia and the Scriptwriter, 1982)
1981 – La guerra del fin del mundo (The War of the End of the World, 1984)
1984 – Historia de Mayta (The Real Life of Alejandro Mayta, 1985)
1986 – ¿Quién mató a Palomino Molero? (Who Killed Palomino Molero?, 1987)
1987 – El hablador (The Storyteller, 1989)
1988 – Elogio de la madrastra (In Praise of the Stepmother, 1990)
1993 – Lituma en los Andes (Death in the Andes, 1996)
1997 – Los cuadernos de don Rigoberto (Notebooks of Don Rigoberto, 1998)
2000 – La fiesta del chivo (The Feast of the Goat, 2002)
2003 – El paraíso en la otra esquina (The Way to Paradise, 2003)
2006 – Travesuras de la niña mala (The Bad Girl, 2007)
2010 – El sueño del celta
Source:www.mediaindonesia.com
No comments:
Post a Comment